Pengen Jual Pulsa Murah dan Bonusnya Luar Biasa Klik Disini

26 May 2009

Peran Perempuan dalam PNPM

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) diluncurkan langsung oleh Presiden pada April 2007 sebagai payung dari semua program-program nasional yang berkaitan dengan pemberdayaan atau pelibatan partisipatif masyarakat. PNPM menjadi berbeda dengan program-program sebelumnya karena adanya Millennium Development Goals (MDGs) sebagai tujuan atau hasil keluaran/pencapaian keseluruhan kegiatan. Indonesia bersama 187 Negara menyepakati tahun 2015 sebagai target pencapaian MDGs. Dalam MDGs ada delapan tujuan yang harus dicapai dalam rangka penanggulangan kemiskinan global. Yaitu, pertama, menanggulangi kemiskinan dan kelaparan. Kedua, mencapai pendidikan dasar. Ketiga, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Keempat, menurunkan angka kematian balita. Kelima, meningkatkan kesehatan ibu. Keenam, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular. Ketujuh, menjamin kelestarian fungsi lingkungan hidup. Kedelapan, mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Masing-masing tujuan tersebut terkait satu dengan lainnya. Bagi Negara yang meratifikasi kesepakatan MDGs ini wajib menjadikan MDGs sebagai standar dan atau tujuan pelaksanaan program-program nasionalnya. Misalnya, standar keikutsertaan partai politik sebagai peserta pemilu 2009 adalah anggota dan pengurus partai

minimal 30% perempuan. Perempuan dalam partai politik sudah menjadi bagian yang diperhitungkan, bukan hanya untuk perolehan suara melainkan untuk menduduki kursi legislatif sebagai kontributor pengambil kebijakan perundang-undangan negara. PNPM sebagai salah satu program nasional juga wajib menjadikan MDGs sebagai standar pencapaian. Lalu, bagaimana perempuan dalam implementasi pelaksanaan PNPM? Apakah pelaksana PNPM mulai dari Pusat sampai lokasi lapang memahami bahwa keterlibatan perempuan di dalam PNPM merupakan bagian yang signifikan di dalam pencapaian MDGs Tahun 2015? Perempuan dalam implementasi PNPM bukan semata sebagai salah satu bagian dari delapan pencapaian MDGs. Perempuan memiliki peranan penting dalam kesemua pencapaian tersebut. Keterlibatan perempuan di dalam siklus PNPM seringkali dipandang sebagai salah satu tujuan dari MDGs, yaitu mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Keterlibatan perempuan hanya sekedar memenuhi jumlah minimal (kuantitas) seperti di dalam indikator capaian kinerja lapang. Seyogianya keterlibatan perempuan di dalam PNPM juga dilihat dari peningkatan konstribusi (kualitas) mereka guna mewujudkan pencapaian MDGs khususnya yang berkaitan dengan keterlibatan perempuan. PNPM dalam petunjuk pelaksanaannya menempatkan keterlibatan perempuan sebagai indikator capaian kinerja dan standar akuntabilitas pelaku-pelakunya. Dengan harapan, dalam pelaksanaannya di lapang, PNPM mampu memfasilitasi dan memotivasi meningkatnya jumlah dan konstribusi perempuan dalam proses-proses pembangunan di tingkatan lokal (kelurahan/desa). Perempuan dalam Kemiskinan Secara kuantitas jumlah perempuan miskin (dari sisi ekonomi) lebih besar dari jumlah laki-laki. Secara sosial budaya, kemiskinan membuat para wanita miskin lebih dikorbankan. Akses perempuan untuk memperoleh pekerjaan sangat dibatasi hegemoni nilai. Masih banyak nilai-nilai sosial budaya di masyarakat Indonesia memberikan batasan-batasan pada kaum perempuan. Misal, perempuan tidak boleh keluar malam, tidak boleh menginap, dan ke luar rumah harus seijin suami atau orang tua. Perempuan yang pergi atau bertemu dengan lelaki selain keluarganya, seringkali menjadi fitnah, meskipun itu untuk keperluan pekerjaan. Kondisi seperti ini seringkali membuat pemilik usaha lebih memilih pekerja laki-laki daripada perempuan. Padahal, kondisi kebutuhan ekonomi memaksa kaum perempuan untuk bekerja di luar rumah. Dengan nilai-nilai ”stigma negatif” pada perempuan yang keluar malam, pergi sendirian, atau berinteraksi dengan banyak laki-laki, seringkali memunculkan tindak perilaku pelecehan seksual terhadap perempuan, bahkan perempuan menjadi korban kekerasan/kejahatan. Perempuan dalam kemiskinannya pun rentan menjadi korban pelecehan dan kekerasan. Perempuan sebagai makhluk ”lemah” dalam kemiskinan merupakan kelompok resiko tinggi menjadi korban perdagangan manusia (traficking), yang dijerumuskan menjadi pekerja seksual, tenaga kerja ilegal di luar negeri, atau perbudakan baru—yaitu bekerja dengan bayaran sangat rendah.Gambaran di atas adalah realita yang banyak terjadi di Indonesia. Perempuan miskin terbatas untuk memilih pekerjaan. Kalau pun bekerja, mereka beresiko menjadi korban kejahatan. PNPM dengan jangkauan pada kelompok basis masyarakat diharapkan dapat menjadi agen perubahan pola-pola berpikir dan bersikap pada masyarakat tentang perempuan yang bekerja. Perempuan yang bekerja akan membantu perekonomian keluarga, yang selanjutnya diharapkan mampu menanggulangi kemiskinannya. Perempuan dan Pendidikan Salah satu penyebab kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang untuk mencapai akses-akses peningkatan ekonomi. Ketidakmampuan tersebut disebabkan rendahnya kualitas SDM, yaitu rendahnya tingkat pendididkan dan minimnya keterampilan. Kemiskinan juga menyebabkan banyak anak kehilangan kesempatan memperoleh pendidikan. Pendidikan yang mahal akan menjauhkan anak untuk mendapatkan pendidikan sebagai haknya, seperti tercantum dalam Undang-undang Dasar 45 (amandemen 2002) Pasal 28C ayat (1) “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Tidak bisa dipungkiri, perkembangan dunia pendidikan bagi perempuan di Indonesia sangat berkembang pesat. Perempuan memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan di dalam peningkatan kapasitas SDMnya. Sejarah membuktikan, seorang Kartini mampu secara perlahan mengubah paradigma budaya masyarakat Indonesia dan memberi kesempatan kepada perempuan keluar rumah dan memperoleh pendidikan. Bagaimana dengan perempuan yang dilahirkan pada keluarga miskin? Apakah mereka juga memiliki hak yang sama dengan saudaranya yang laki-laki? Pendidikan yang mahal menjadi masalah besar bagi keluarga miskin, maka terjadi skala prioritas, yang akhirnya menempatkan perempuan pada urutan belakang untuk memeperoleh pendidikan. Perempuan dalam keluarga miskin akan menjebak mereka dalam kemiskinan yang lebih kronis. Terhambatnya akses memperoleh pendidikan (minimal pendidikan dasar 9 tahun) berdampak pada rendahnya kapasitas SDMnya. Rendahnya kapasitas SDM jelas akan menyingkirkan mereka pada persaingan perolehan pekerjaan. Ketidakmampuan memperoleh penghasilan akan menjadikan mereka semakin lemah untuk menyuarakan hak-hak mereka. Implementasi PNPM di lapang harus mampu memotivasi seluruh elemen masyarakat untuk peduli terhadap peningkatan kualitas pendidikan, baik bagi kaum laki-laki maupun perempuan, terutama pendidikan bagi kelompok masyarakat miskin. Nilai-nilai luhur kepedulian, kerelawanan, dan si kaya membantu si miskin yang selalu disosialisasikan, diharapkan dapat menjadi suatu gerakan munculnya orang tua-orang tua asuh. Pendidikan dasar adalah hak semua anak dunia. Perempuan dan Kesetaraan Gender Dalam klasifikasi biologis dibedakan antara jantan dan betina. Dalam klasifikasi orientasi seksual dibedakan homoseksual dan heteroseksual. Dalam klasifikasi sosial budaya (gender) ada pembagian hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Klasifikasi sosial budaya membagi peran antara laki-laki dan perempuan. Hegemoni dominasi laki-laki menempatkan perempuan hanya menjadi pengikut. Jaman feodalisme perempuan hanya dipandang sebagai teman di dapur dan di kamar tidur. Pemahaman religi sebagian masyarakat Indonesia secara tidak sadar turut pula mempengaruhi pola berpikir dan bersikap masyarakat terhadap peran berikut hak dan kewajiban perempuan. Perempuan dalam pemahaman religi dapat didefinisikan sebagai surgo nunut neroko katut, bahwa kebaikan atau keburukan tergantung pada si suami. Izinnya Tuhan terhadap seorang istri adalah izinnya si suami. Kalau si suami tidak memberikan izin, maka si istri tidak dibenarkan melanggar perintah suaminya. Pada pemahaman ini, secara sadar tanpa “paksaan” seorang perempuan/istri menyerahkan sebagian besar hak atas hidupnya pada si suami. Perubahan jaman mengubah banyak hal, misalnya perempuan memperoleh kesempatan memperoleh pendidikan yang lebih baik. Perubahan ini tidak serta pula memberi kesempatan kepada perempuan untuk menunjukan eksistensi dirinya. Masih jarang perempuan dilibatkan dalam pengambilan kebijakan, sekalipun itu berkaitan dengan kodratnya sebagai perempuan—hamil, melahirkan, dan menyusui. Saat ini masih banyak masyarakat kita menempatkan perempuan sebatas urusan rumah-tangga (domestik). Gerakan kesetaraan gender bukan untuk mengambil posisi kepala rumah tangga, tetapi lebih membagi peranan antara laki-laki dengan perempuan tanpa menghilangkan hak-hak asasi perempuan sebagai makhluk sosial. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan, memperoleh pekerjaan, memperoleh akses ekonomi, kesehatan, dan politik. Sudah saatnya perempuan diberi kesempatan untuk turut serta dalam pengambilan keputusan/kebijakan. PNPM Tahun 2007 sudah memulai untuk menjadi penggerak kesetaraan gender Sumber : http://www.pnpm-perkotaan.org

0 komentar:

Post a Comment